Hujjah

Segala puji bagi Alloh Rabb semesta alam, yang memuliakan Islam dengan pertolongan-Nya, yang mengatur semua ururusan dengan perintah-Nya, dan yang menghinakan musuh-musuh-Nya dengan kekuatan-Nya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada nabi Muhammad ShallAllohu’ Alaihi Wa Sallam beserta segenap keluarganya, para shahabatnya dan orang yang setia menta’ati ajarannya sampai akhir zaman.“ Sebaik-baik petunjuk ialah Kitabulloh (Al-Qur’an), serta sebaik-baik petunjuk ialah petunjuk Rasululloh Muhammad ibnu Abdillah yakni Sunnahnya, dan seburuk-buruk perbuatan dan perkataan ialah yang diada-adakan dan setiap yang diada-adakan ialah Bid’ah dan setiap KeBid’ahan itu sesat serta setiap kesesatan itu ialah tempatnya di dalam Naar (Neraka) “.Sesungguhnya telah datang fatwa Al-Allamah asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz Rahimahulloh (Semoga Alloh memafkan kesalahan beliau dan mengampuni dosanya serta mengumpulkannya kedalam Jannah (Syurga-Nya)), (Beliau Asy-Syaikh Ibnu Baaz adalah Mufti Besar Kerajaan Saudi Arabia, Ketua Dewan Ulama-ulama Besar, Ketua Pusat Kajian Ilmiah, Fatwa dan bimbingan Islam) bahwa setiap Negara yang tidak berhukum dengan Syari’at Alloh dan tidak tunduk kepada hukum Alloh serta tidak ridha dengannya, maka ia adalah Negara jahiliyyah, kafir dzalim, fasiq. Dengan penegasan ayat-ayat yang muhkam, wajib atas orang Islam membenci Negara itu dan memusuhinya karena Alloh, serta haram atas mereka mencintai dan loyal kepadanya, sampai ia beriman kepada Alloh saja dan menerapkan syari’at-Nya. (lihat Kitab Naqdul Qaumiyyah Al-’Arabiyyah 51 dan Majmu wa Maqaalaat Mutanawi’ah I/309).Sedangkan Al-Allamah asy-Syaikh Prof. DR. Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan Hafidzhahulloh menjelaskan: ” yang dimaksud negeri Islam adalah negeri yang dipimpin oleh Pemerintahan yang menerapkan Syari’at Islam, bukan negeri yang di dalamnya banyak kaum muslimin dan dipimpin oleh Pemerintahan yang menerapkan bukan Syari’at Islam, negeri seperti ini bukanlah negeri Islam ”. (lihat Kitab Al-Muntaqaa min Fatwa Fadhilatush Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan II/254). Para ulama yang tergabung di dalam Al-Lajnah Ad-Da’imah, Kerajaan Saudi Arabia (KSA) ketika ditanya tentang Negara yang dihuni oleh mayoritas kaum muslimin tetapi tidak berhukum dengan hukum Islam, mengatakan: ” Aapabila pemerintahan itu berhukum dengan selain apa yang diturunkan Alloh, maka itu bukan pemerintahan Islam ”. (Fatwa Al-Lajnah Ad-Da’imah I/789 No. 7796). Berikut ini sebagian ciri-ciri Negara kafir, diantaranya adalah:1. Berhukum Dengan Selain Hukum Alloh Azza wa Jalla.Setiap Negara yang tidak berhukum dengan hukum Alloh Ta’ala tetapi berhukum dengan undang-undang (hukum manusia), maka status bagi Negara itu adalah sebagaimana firman Alloh: ” Barangsiapa yang tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu adalah orang-orang Kafir ”. (QS. Al-Maidah: 44). Ketika suatu Negara yang mayoritas rakyatnya beragama Islam kemudian memilih berpedoman kepada undang-undang Negara Sekuler, maka kemungkinan permasalahan yang akan terjadi di tengah masyarakat adalah penghalalan yang haram atau perubahan hukum Islam sesuai logika para penguasa. Syaikhul Islam Al-Imam Ibnu Taimiyyah Rahimahulloh berkata: ” Orang dikala menghalalkan sesuatu yang disepakati keharamannya atau mengharamkan sesuatu yang disepakati kehalalannya atau merubah syari’at yang sudah di sepakati, maka dia kafir murtad dengan kesepakatan para Fuqaha ”.Diantara contoh penghalalan yang haram yaitu riba (bank, asuransi, koperasi, pegadaian, pasar uang, pasar modal, rentenir), ritual kemusyrikan, perdukunan/peramalan, lokalisasi pelacuran/perjudian, pergaulan bebas antara pria dan wanita, penyimpangan sex sesama jenis (lesbian atau homo), menganti jenis kelamin (waria/bencong), seni musik, seni yang mengumbar aurat, olah raga yang mengumbar aurat, budaya suap/korupsi, perselingkuhan, halalnya pakai kondom untuk batasi kelahiran, aborsi.Dan di antara contoh pengharaman yang halal yaitu pelarangan poligami, pelarangan memakai jilbab, pelarangan memelihara jenggot padahal dicontohkan oleh Rasululloh untuk bedakan kaum Kafir dan Muslim, pelarangan perceraian, pelarangan memusuhi musuh-musuh Alloh, pembatasan jumlah kelahiran anak. Kemudian contoh perubahan hukum Islam sesuai logika penguasa yaitu perubahan penentuan hari raya Islam, penentuan zakat profesi, penentuan perkawinan antar agama, penunjukan pemimpin wanita, hukuman bagi pezina/pencuri/penjudi/penyuap/dukun/peramal/renternir/orang murtad/pemakai narkoba/peminum khamar (miras).2. Memberikan Loyalitas kepada Negara Kafir.Alloh berfirman: ” Jika kalian berselisih tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Alloh (Al-Qur’an) dan Rasul-Nya (As-Sunnah), jika kalian memang beriman kepada Alloh dan hari akhir ”. (QS. An-Nisaa’: 59). Al-Imam asy-Syaikh Ibnu Katsir Rahimahulloh berkata: ” Firman Alloh ini menunjukan bahwa orang yang tidak merujuk hukum dalam kasus persengketaannya kepada Kitabulloh dan As-Sunnah serta tidak kembali kepada keduanya dalam hal itu, maka dia bukan orang yang beriman kepada Alloh dan hari akhir ”.Suatu negara ketika terjepit permasalahan lalu mengadukan kasusnya kepada Negara-negara kafir (Amerika dan sekutunya) untuk memperoleh dukungan jalan keluar, kemudian meninggalkan Alloh dan Rasul-Nya, berarti dia telah memberikan loyalitasnya kepada Negara kafir tersebut, yang di tandai dengan penerimaan segala macam aturan yang akan dibebankan kepadanya. Dan Alloh Azza wa Jalla berfirman: ” barangsiapa diantara kalian mengambil mereka diantara kalian mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka ”. (QS. Al-Maidah: 51).3. Menyamakan Orang Kafir dengan Orang Islam.Sesungguhnya Alloh Subhanahu wa Ta’ala telah memberi garis pemisah yang sangat jelas antara orang kafir dengan orang Islam dan membedakan kedudukan antara keduanya dengan berfirman: ” Apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama seperti orang-orang mujrim (kafir)? ”. (QS. Al-Qalam: 35). Kemudian firman-Nya: ” Tidak sama penghuni-penghuni Neraka dengan penghuni-penghuni Syurga ”. (QS. Al-Hasyr: 20). Namun Negara kafir yang berdiri di atas landasan hawa nafsu dan logika dengan tegas menolak pernyataan Alloh Ta’ala tersebut dan mengatakan kepada semua rakyatnya: ” Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya ”. Dan di dalam aturan yang lain dikatakan Negara ” Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, persamaan kewajiban antar sesama manusia ”.Oleh karena itu setiap Negara kafir memerintahkan kepada semua rakyatnya untuk saling mencintai dan menjunjung tinggi kaidah toleransi bagi sesama umat beragama. Ini berarti umat Islam juga mendapat perintah untuk mencintai orang-orang kafir. Padahal Alloh Ta’ala berfirman: ” Sesungguhnya orang-orang kafir adalah musuh yang nyata bagi kalian ”. (QS. An-Nisaa’: 110). Dan Alloh berfirman: ” Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Alloh dan hari akhirat saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Alloh dan Rasul-Nya sekalipun orang-orang itu bapak-bapak atau anak-anak atau saudara-saudara atau keluarga mereka ”. (QS. Al-Mujadilah: 22).Dan dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahulloh: ” Engkau tidak akan mendapati seorang mukmin yang menyayangi orang-orang yang menentang Alloh dan Rasul-Nya. Keimanan seorang mukmin itu menafikan cinta yang demikian. Jika seorang loyal kepada musuh-musuh Alloh dengan hatinya, maka hal itu menjadi bukti bahwa di dalam hatinya tidak ada keimanan yang seharusnya ”. (Kitab Al-Iman hal: 13).4. Jaminan Perlindungan Kebebasan.Di Negara jahiliyah seseorang meminta berkah di kuburan, membuat sesajen/tumbal, mengkultuskan Seseorang, mengeluarkan pendapat atau pikiran atau sikap meskipun menyimpang dari Islam adalah hak orang tersebut yang dilindungi oleh undang-undang Negara jahiliyah dengan dalih pamungkas adalah melindungi HAM. Dan Negara jahiliyah akan berkata ” Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya. Dan setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat ”.Sedangkan Alloh Azza wa Jalla memperingatkan: ” barangsiapa menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalannya orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu ”. (QS. An-Nisaa’: 115). Dan seseorang yang mengganti sesuka hatinya juga mendapat kjaminan perlindungan Negara sebagaimana dikatakan ” Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu ”.Padahal menurut ajaran Alloh orang yang murtad hanya punya dua pilihan yaitu kembali kepada Islam atau dibunuh, sebagaimana sabda Rasululloh ShallAllohu’ Alaihi Wa Sallam: ” Siapa yang mengganti agamanya, maka bunuhlah dia ”. (HR. Muttafaqun’ Alaih yakni Al-Imam Bukhari dan Al-Imam Muslim dengan Sanad Shahih). Pelestarian budaya kemusyrikan atau penyembah berhala, kuburan, thoghut juga tidak luput mendapat jaminan penghormatan, dikatakan: ” Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban ”. Sedangkan Alloh Azza wa Jalla mengancam tidak akan memberi pengampunan bagi siapapun yang melakukan kemusyrikan, sebagaimana firman-Nya: ” Sesungguhnya Alloh tidak akan mengampuni dosa Syirik ”. (QS. An-Nisaa’: 48).5. Menganut Sistem Demokrasi.Negara kafir secara tegas mengatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan Menurut Undang-undang Dasar. Sehingga untuk menegakkan kedaulatan dan kekuasaan, maka keputusannya diserahkan kepada rakyat. Sedangkan Alloh Ta’ala berfirman: ” Dan apa yang kalian perselisihkan di dalamnya tentang sesuati, maka putusannya (diserahkan) kepada Alloh ”. (QS. Asy-Syura’: 10). Di dalam sistem demokrasi rakyat memegang peranan yang utama, sehingga ketika Negara ingin menetapkan suatu keputusan, maka putusan tersebut harus ditetapkan dengan suara mayoritas rakyat. Sedangkan di dalam Islam, Alloh Ta’ala memegang peranan yang utama, sehingga ketika kaum muslimin ingin menetapkan suatu keputusan, maka putusan tersebut harus ditetapkan dengan Ridha Alloh Ta’ala semata, sebagaimana firman-Nya: ” Putuskanlah diantara mereka menurut apa yang telah Alloh turunkan ”. (QS. Al-Maidah: 49).Dengan demikian sesungguhnya demokrasi adalah suatu sistem untuk melawan kekuasaan Alloh Ta’ala Rabbul Izzati di muka bumi dan diantara formulanya adalah menjadikan setiap rakyat memilki kebebasan memilih dengan mengabaikan hukum Alloh Raab semesta alam yang patut disembah. Kekafiran dan kemusyrikan apabila itu adalah pilihan mayoritas rakyat, maka itu merupakan suatu ketetapan yang tidak dapat di tolak oleh pihak manapun.Perjudian, pelacuran, pergaulan bebas dan segala kemaksiatan dan kemungkaran apabila dianggap sebagai suatu kebutuhan bagi masyarakat modern (seperti Amerika dan sekutunya) dan hal itu menjadi pilihan mayoritas rakyat, maka yang demikian itu tidak dapat ditolak oleh pihak manapun.6. Wewenang Pembuatan Hukum di Tangan Rakyat.Menurut Islam menetapkan hukum adalah hak khusus Alloh Ta’ala, sebagaimana firman-Nya: ” Dia tidak mengambil seorangpun sebai sekutun-Nya dalam menetapkan hukum”. (QS. Al-Kahfi: 26). Namun di dalam negara kafir wewenang pembuatan hukum diserahkan kepada rakyat (MPR) atau (DPR). Ini berarti bahwa rakyat memiliki hak khusus yang setara dengan hak khusus Alloh Ta’ala yaitu menetapkan hukum bagi seluruh manusia. Karena itu dalam hal ini rakyat dikatakan berkedudukan pula sebagai Tuhan, dan tentu sudah sepantasnya dikatakan kepada mereka sebagaimana firman Alloh Ta’ala: ” Barangsiapa diantara mereka mengatakan sesungguhnya aku adalah Tuhan selain Alloh, maka orang itu kami beri balasan dengan jahannam. (QS. Al-Anbiya: 29).Demikianlah diantara ciri-ciri negara yang membenci Islam, para penguasa dan rakyatnya sama-sama memandang bahwa penerapan syari’at islam hanya akan menambah masalah besar bagi mereka karena pada akhirnya akan menghancurkan tatanan nasionalisme (kemusyrikan) yang telah dibangun dengan susah payah hingga mendapat dukungan kafir-kafir Internasional.Dan sesungguhnya ciri-ciri sebagaimana tersebut diatas merupakan gambaran nyata bagi negara kafir republik Indonesia (NKRI) dan negara-negara kafir sekutunya yang telah berjasa melumpuhkan kekuatan Islam di masa lalu.7. Khatimah (Penjelasan)· Hukum yang sesuai adalah dengan menggunakan Hukum Kitabulloh yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah yang mulia bukan buatan manusia.· Para Ulama dan Du’at harus mensosialisasikan kepada umat Islam secara luas bahwa Islam adalah agama dan negara. Umat islam berkewajiban menegakkan khilafah islamiyyah yang menjaga dien dan dunia mereka. Usaha ini bisa dimulai dengan mensosialisasikan buku-buku atau kitab-kitab yang berbicara tentang siyasah syar’iyah.· Para Ulama dan Du’at harus mensosialisasikan secara luas keapad seluruh umat islam bahwa status negara-negara kaum muslimin saat ini adalah negara ridah. Wajib hukumnya menjatuhkan pemerintahan yang berkuasa dan menggantinya dengan pemerintahan yang menjalankan Al-Qur’an dan As-Sunnah.· Para Ulama dan Du’at harus Mensosialisasikan secara luas kepada seluruh kaum muslimin bahwa jihad fi sabilillah merupakan satu-satunya wasilah tamkin dan taghyir yang menyampaikan kepada kekuasaan politik (negara Islam) dengan benar dan kokoh. Cara-cara lain mungkin saja menyampaikan kepada kekuasaan politikm namun pasti tidak akan kokoh dan secara syar’i belum tentu dibenarkan.· Para Ulama dan Du’at harus mensosialisasikan wajibnya hidup di bawah pemerintahan islam, wajibnya berhukum dengan syari’ah dan haramnya berhukum kepada pengadilan-pengadilan positif.· Berbagai kelompok islam hendaknya berkumpul, bermusyawarah dan menunjuk tokoh-tokoh islam dan para ulama serta pakar-pakar berbagai bidang keduniaan yang dikenal baik mempunyai komitmen keislaman yang kuat dan benar, menunjuk mereka sebagai ahlul halli wal ’aqdi (ulul amri) bagi kaum muslimin sampai tegaknya daulah islamiyah. Selama belum tegaknya daulah, persoalan-persoalan kaum muslimin diserahkan kepada musyawarah ulul amri tersebut.· I’dad kemudian jihad mengangkat senjata melawan pemerintahan murtad. Dimulai dengan mensosialisasikan fatwa wajibnya tadrib ’askari bagi setiap laki-laki muslim yang jihad atasnya wajib. Kemudian penggalangan dana, dukungan dan personal jihad dari umat islam.· Menghasung para mujahidun untuk menggalakkan operasi-operasi jihad, termasuk operasi istisyhadiyah.· Sistem Demokrasi adalah bertentangan dengan Syari’at Alloh yakni Islam lihatlah Kitab Ad-Dimuqratiyyah Dinun yang sudah di Terjemahkan dalam Judul Agama Demoqrasi pilih Islam atau Demokrasi?, Karya: Al-Allamah Al-Mujahid Abu Muhammad ’Ashim Al-Burqawi Al-Maqdisi Hafidzhahulloh, Terbitan: Kafayeh Cipta Media· Pancasila dan Undang-undang Dasar (UUD) adalah bertentangan dengan Aqidah Islam serta Tauhid yang Haq (Benar).· Wajib seorang Da’i dan para Du’at membongkar tuntas kekufuran paham SIPILIS.· Kepada para Da’i harus membongkar tuntas kekufuran lembaga-lembaga legislatif, eksekutif, yudikatif dan pengawal sistem Sekulerisme (Sipil, Militer, Polisi, termasuk Densus 88).· Para Ulama dan Du’at harus mensosialisasikan haramnya berkompromi dengan pemerintahan murtad. Di antaranya dengan mensosialisasikan fatwa haramnya berjuang lewat MPR, haramnya ikut serta PEMILU, wajibnya keluar dari partai-partai Islam (apalagi partai Sekuler).· Berhukum dengan Hukum buatan Manusia seperti UUD dan Pancasila adalah bathil ketakwaan kita dan menjerumuskan kepada kekafiran sepatutnya Umat Islam berhukum dengan Hukum Alloh yang mulia yakni Kitabulloh Al-Qur’an dan Hukum Rasululloh Muhammad ibnu Abdillah ShallAllohu’ Alaihi Wa Sallam yakni As-Sunnah yang mulia.· Harusnya kita sebagai umat Islam harus paham betul fatwa para Ulama di atas seperti Al-Lajnah Ad-Da’imah, Syaikh Ibnu Baaz, Syaikh Shalih Al-Fauzan, dll jangan hanya sebagai selingan doang tapi tidak mau paham terhadap fatwa tersebut diatas seperti kaum Salafiyyun Ma’zum Al-Irja’ Al-Kadzab yang berdusta terhadap fatwa Ulama tersebut.· Kita sebagai Umat Islam harus Paham kandungan Isi dari QS. Al-Maidah: 44 yang menerangkan bahwa status Negara yang tidak berhukum dengan Hukum Alloh yakni Kitabulloh Al-Qur’an dan As-Sunnah Rasululloh adalah status Negara itu adalah Kafir bukan Islam meskipun banyak mayoritas Muslim, Pemimpinya beragama Islam, ada adzan dimana-mana, tetapi UUD serta Hukum masih menganut kepada buatan Manusia adalah Negara itu Kafir patut kita ganti Sistem Pemerintahan tersebut dengan Syari’at Alloh yakni Islam yang mulia.· Negara Indonesia berfalsafah Pancasila dan di dalam bab XV pasal 36 A: “ Lambang Negara adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika (Untuk lebih jelas lihat PPKN untuk SD dan yang lainnya, bahasan Ekaprasetya Pancasila), intinya kita sebagai umat Islam harusnya meyakini akan kebatilan Pancasila dan UUD serta semboyan Bhineka Tunggal Ika yang patut adalah Umat Islam harus merujuk kepada sumber nash hukum dari Kitabulloh Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih bukan merujuk kepada UUD Thoghut yang dari ciptaan manusia serta Pancasila Kufur.· Para da’i dan Du’at yang kokoh diatas Manhaj Dakwah dan Jihad harus berani membongkar tuntas gerakan syubhat-syubhat dari klaimer salafi yang merupakan gerakan murjiah/jahmiyah ekstrim kontemporer, yang senantiasa membela pemerintahan thoghut dan setia pula memusuhi da’i dan mujahidin Ahlus Sunnah. Buku-buku atau Kitab-kitab para Ulama yang membahas kesesatan aqidah dan manhaj mereka harus disosialisasikan secara luas, termasuk fatawa Al-Lajnah Ad-Da’imah lil Buhuts al-’Ilmiyyah wal Ifta’ yang mentahdzir (Memberikan Peringatan) buku-buku (kitab-kitab) para Ulama salafi (baca mereka Salafiyyun ma’zum atau Salafiyyun al-Irja’ (Murjiah) / jahmiyah ekstrim).Sekian. Barakallohu’ Fiik, Semoga tulisan ini bermanfaat. Wa’akhiru Dakwathuna. Subhanakallohumma’ Wabihamdikaa’ Ashadu’alaa ‘illaa Anta Astaqfiruka Wa’athubuhu ‘Ilaika. Nun Wal Qolami Wamaa’ Yasthurun, Walhamdulillahirobbil Alamien. Wallohu’ Ta’ala A’lam bish Showab.Dan segala puji bagi Alloh Robb semesta alam dan shalawat dan salam atas nabi kita Muhammad Ibnu Abdillah Shallallahu’ Alaihi wa Sallam dan keluarganya dan para shahabatnya serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari kiamat.dibuat Oleh: Abu Hanifah Muhammad Faishal alBantani al-JawyEditor: Al-Akh Muhammad Lukman As-SundawyMuraja'ah: Al-Ustadz Halawi Makmun, Lc, MA Hafidzhahulloh

Hukum Istisyhad

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين والعاقبة للمتقين وصلى الله وسلم على بينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين. 



          Istisyhad (mati syahid) itu bukan tujuan jihad tetapi tujuannya adalah izhharuddin (memenangkan agama Islam).
          Dengan kata lain, tujuan dasar jihad adalah memenangkan agama Islam dari semua agama, bukan mati syahid.
          Tentang keutamaan mati syahid.
          1. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Allah Telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka.”. (At taubah :111)       
          2.  Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda,
          “ Allah telah menjamin bagi siapa saja yang keluar berperang di jalanNya, Dimana tidak ada yang mendorongnya keluar berperang selain karena keimananya padaKu dan membenarkan para utusanKu. (Aku menjamin) untuk memulangkannya bersama-sama dengan apa yang ia dapatkan baik berupa pahala maupun ghanimah atau Aku akan memasukkannya ke surga. Andaikata tidak memberatkan umatku, aku tidak akan tertinggal oleh pasukan yang berjihad. Dan aku ingin sekali untuk dapat terbunuh fi sabilillah lalu aku hidup (dan berperang lagi) hingga aku terbunuh. Kemudian aku hidup lagi (dan berperang) hingga terbunuh”. (Muttafaq alaih).
          3. Dari Anas, bahwa Nabi SAW bersabda,
          “ Tidak ada seorangpun yang masuk surga yang ingin kembali lagi kedunia meskipun didunia itu ia memiliki berbagai kekayaan, selain orang yang mati syahid, ia selalu berangan-angan agar dapat kembali kedunia hingga ia (berperang) lalu terbunuh sepuluh kali, dikarenakan karomah (kemuliaan) yang ia lihat”. (Muttafaq alaih).
          Makna hadits diatas, bahwa siapa saja yang masuk surga tidak ingin kembali lagi ke dunia meskipun ia memiliki semua apa yang ada di muka bumi ini, disebabkan keagungan nikmat-nikmat surga yang telah ia dapatkan. Dalam suatu hadits disebutkan, “ Tempat sebuat cemeti di surga itu lebih baik dari dunia dan seisinya”. (HR Al Bukhari)
          Namun, orang-orang yang mati syahid ingin sekali kembali kedunia hingga ia terbunuh sepuluh kali dan bahkan berkali-kali di jalan Allah agar manzilah (kedudukan)agung yang ia dapatkan di surga nanti berlipat ganda. Karena itu Ibnu Hajar berkata,” Ibnu Bathal berkata,” hadits ini merupakan dalil yang paling agung tentang mati syahid”. (fathul Bari 6/33).
          Disini ada sejumlah perkara yang berkaitan dengan kesyahidan yang patut untuk diperhatikan.
          Pertama       :  Pengaruh cinta mati syahid terhadap kemenangan
          Kedua          :  Rusaknya kecerobohan (Tahawwur)
          Ketiga          :  Rusaknya sikap kepengecutan (Jubr)
     Keempat      : Rusaknya ihjam ( mundur dari pertempuran karena takut    terbunuh dan tidak dapat melihat hari kemenangan).   

          Pertama, : Pengaruh cinta mati syahid terhadap kemenangan.
Cita-cita dan ambisi untuk meraih kesyahidan (mati syahid) merupakan faktor terbesar yang dapat mendorong seorang mukmin memiliki keberanian di dalam peperangan.
Dengan begitu, kesyahidan menjadi tiket kemenangan di dunia sekaligus surat perjanjian masuk surga di akhirat nanti. “ Sesungguhnya Allah telah membeli jiwa dan harta orang-orang beriman dengan ganti surga”. (At Taubah 111).
Ambisi untuk meraih kesyahidan ini dapat menjadi pengganti bagi kekurangan yang menimpa kaum muslimin, baik personal maupun perbekalan sebagaimana kebiasaan yang terjadi pada kaum muslimin.
Ambisi mati syahid juga dapat memberikan teror kepada musuh, khususnya bila anda mengetahui bahwa musuh anda benar-benar memiliki ambisi yang sebaliknya. Orang-orang kafir itu manusia yang paling berambisi untuk hidup. Allah berfirman,
Katakanlah ! Jika kampung akhirat yang ada di sisi Allah itu murni milik kalian saja, bukan manusia lainnya, maka berangan-anganlah untuk mati, jika kalian adalah orang-orang yang benar ! Dan mereka sama sekali tidak akan mengangan-angankannya untuk selamanya  disebabkan kelakuan tangan-tangan mereka (yang mengakibatkan siksa Allah), sedangkan Allah Maha Mengetahui terhadap hamba-hambanya yang zhalim. Kalian benar-benar akan mendapatkan mereka itu manusia yang paling berambisi untuk hidup. Dan diantara orang-orang musyrik itu, salah satu diantara mereka ingin sekali agar umurnya dipanjangkan hingga seribu tahun, padahal dia tidak pernah bisa terhindar dari adzab, walau diberi panjang umur.” (Al Baqarah 94-96).
Perhatikanlah dua kalimat yang digaris bawahi diatas ! lalu bandingkanlah dengan sabda Nabi SAW, di dalam hadits Anas bin Malik [Kecuali orang yang mati syahid, ia berangan-angan agar dapat kembali ke dunia hingga terbunuh lagi sebanyak sepuluh kali, karena karamah (kemuliaan) yang dilihatnya.”].
Jadi ambisi seorang mukmin untuk meraih kesyahidan berbanding lurus (sebanding) dengan rasa takut orang kafir dalam menghadapi kematian dan ambisinya untuk hidup di dunia.
Karena itu, sepantasnyalah agar ditanamkan pemahaman tentang kesyahidan berikut keutamaannya di benak pikiran kaum muslimin dan menguatkan pemahaman ini dengan bentuk Idad imani serta mempelajari Sirah sahabat dan Salaf Shalih tentang peperangan-peperangan mereka.
Kembali saya ingatkan disini tentang pentingnya membuang jauh-jauh gaya hidup mewah dan membiasakan diri dengan kehidupan yang keras, meskipun ia mampu meraih kesenangan duniawi. Kehidupan yang keras ini berpengaruh terhadap kesabaran seseorang disaat ia berperang.
Sepantasnya untuk diperhatikan juga, bahwa cinta terhadap mati syahid adalah bagian dari siasat untuk menggertak (meneror) musuh yang merupakan prinsip terpenting diantara prinsip-prinsip jihad yang ada pada kaum muslimin. Nabi SAW bersabda “ Aku ditolong dengan rasa takut yang menghinggapi musuh selama perjalanan satu bulan. “ (HR Al Bukhari).
Tentunya tanpa menganggap hal tersebut sebagai sebuah kekhususan (bagi Nabi SAW).
* Prinsip siasat gertak (terror) dengan kegiatan tertentu dapa dibagi menjadi dua :
1. Poros kuantitas (horizontal),
yaitu yang tersebut dalam firman Allah SWT, “ Dan persiapkanlah untuk menghadapi musuh mereka itu segenap kekuatan yang kalian sanggupi dan kuda yang ditambat. Dengannya kalian dapat menakut-nakuti musuh Allah dan musuh-musuh kalian serta orang lain selain mereka yang kaian tidak mengetahui mereka, tapi Allah mengetahui mereka. Dan apa saja yang kalian infakkan dijalan Allah niscaya akan dipenuhi pahalanya bagi kalian dan kalian tidak akan dizhalimi.” (Al Anfal 60).
Prinsip terror pada ayat ini jelas, yaitu pada kalimat (“Dengannya kalian dapat menakut-nakuti”). Ia adalah wasilah (media) kekuatan, sedangkan item-item kekuatan ini terdiri dari harta (dana) personal dan persenjataan.
2. Poros Kwalitas (vertical)
Terdiri dari dua bagian yaitu bagian Maady (materi) ia dapat diwujudkan dengan meningkatkan kemampuan tempur seorang muslim Nabi SAW bersabda, “ Orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada orang mukmin yang lemah. “ (HR Muslim dari Abu Hurairah).
Bagian yang lain adalah bagian Makanwi (immateri) yaitu dengan menanamkan permahaman cinta mati syahid dan kesabaran pada diri kaum muslimin. Firman Allah SWT : “ Bersabarlah kalian, dan kuatkanlah kesabaran kalian, serta tetaplah bersiap siaga di perbatasan negeri kalian”. (Ali Imran 200)”.
“ Jika kalian merasakan sakit (karena perang) maka sesungguhnya mereka juga merasakannya sebagaimana yang kalian rasakan sedangkan kalian memiliki harapan pahala dari Allah apa yang tidak mereka harapkan.” (An Nisa 104).
Nabi SAW bersabda, “ Ketahuilah, bahwa kemenangan itu ada bersama kesabaran.”
Kembali saya ingatkan tentang I’dad imani, bahwa ketakwaan kepada Allah dengan melaksanakan ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan dapat memberikan pengaruh secara langsung di medan tempur.
Allah SWT menjamin orang-orang yang bertakwa, bahwa musuh mereka akan mengalami kegoncangan dahysat. Firman Allah SWT, “ Akan kami lemparkan rasa takut itu kedalam hati orang-orang kafir.” (Al Anfal 12).
“ Dan sekiranya orang-orang kafir itu memerangi kalian, pasti mereka akan melarikan diri kebelakang lalu mereka tidak akan mendapat teman maupun penolong. Itulah Sunatullah yang telah berlalu pada umat-umat sebelumnya. Dan sekali-kali engkau tidak akan mendapati Sunatullah itu berubah”. (Al fath 22-23).
Karena itu takwa dan amal shalih merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari siasat terror ini !
Pemahaman seperti ini telah jelas dan melekat di benak pikiran generasi awal dari umat ini, sebagaimana terlihat jelas di dalam surat yang dikirim Umar bin Khatab kepada Saad bin Abi Waqash di dalam perjalanannya memerangi Persia. Semoga Allah meridhoi keduanya.
Kedua : Rusaknya kecerobohan
Kesyahidan bukanlah tujuan yang dimaksud ! ( Kecuali pada tempat-tempat kondisi-kondisi yang nanti akan saya sebutkan). Tetapi yang menjadi tujuan (jihad) adalah untuk memenangkan agama Islam (Izhharuddin).
Tidak mengapa seseorang berangan-angan, bercita-cita untuk mati syahid dan berupaya meraihnya dengan melakukan tindakan yang membahayakan diri sendiri pada saat peperangan, selama hal itu bukan tujuan pertamanya. Tetapi hendaklah tujuan pertamanya untuk memenangkan agama Islam.
Dengan kata lain, seorang muslim tidak sepantasnya untuk menceburkan dirinya ke dalam bahaya perang, hanya semata-mata ingin mati syahid tanpa memandang sejauh mana ia dapat mencelakai (menghancurkan) musuh yang menjadi targetnya. Dalilnya adalah Sabda Nabi SAW “Barangsiapa berperang agar kalimat Allah tinggi, maka ia berada di jalan Allah”. (Muttafaq alaih).
Nabi SAW menjadikan tujuan jihad adalah meninggikan kalimat Allah bukan mati syahid, yang kadang terjadi dan kadang tidak dapat terjadi.
Mati syahid tidak dapat terjadi melainkan bagi orang yang telah dipilih oleh Allah Ta’ala untuk menempati manzilah (kedudukan ini), FirmanNya,
“ Dan untuk mengambil orang-orang yang mati syahid diantara kalian”. (Ali Imran :140).
Maka berperanglah kamu dijalan Allah, kamu tidak dibebani kecuali dengan kewajiban kamu sendiri dan kobarkanlah semangat jihad terdapat orang-orang yang beriman, semoga Allah menahan kekuatan orang-orang kafir itu.” (An Nisa 84).
Allah SWT menyuruh hambanya agar berperang untuk menahan kekuatan orang-orang kafir.
Di ayat lain Allah SWT menyuruh hambanya agar menahan fitnah orang-orang kafir dengan cara memerangi mereka. “Sehingga tidak terjadi fitnah”. (Al Anfal 39).
Allah SWT juga menyuruh agar hambanya yang beriman dapat mencelakai orang-orang kafir dan menghacurkan mereka. “ Perangilah mereka, niscaya Allah mengadzab mereka melalui tangan-tangan kalian”. (At Taubah 14).
Allah SWT telah menjadikan tujuan jihad itu berupa memenangkan agama yang haq.
“ Dialah yang telah mengurus utusanNya dengan petunjuk dan agama yang hawa agar Rasul itu memenangkannya diatas semua agama, meskipun orang-orang musyrik membenci”. (At Taubah :33).
Allah SWT menjadikan peperangan itu sebagai wasilah (perantara) untuk memenangkan agama.
“ Dan perangilah mereka hingga tidak terjadi fitnah di muka bumi dan agama yang hawa itu hanya milik Allah semata”. ( Al Anfal 39).
Jadi tujuan dasar jihad adalah memenangkan agama yang haq bukan semata-mata mati syahid. Maksud keterangan ini adalah menghentikan/mengekang nafsu liar kesembronoan/kecerobohan dan antara kepengecutan.
Kecerobohan yang saya maksud adalah melibatkan diri ke dalam kancah pertempuran dengan tujuan semata-mata untuk mendapatkan kesyahidan tanpa melihat sejauh mana kehancuran yang ada pada pihak musuh Anda. !
Tindakan seperti ini, meskipun dibolehkan dibeberapa tempat atau kondisi, seperti saat terkepung musuh, takut ditawan hingga ia berperang sampai terbunuh (seperti Sariyah Aashim bin Tsabit). (Al Mughni wasy Syarh Al Kabir 10/553).
Namun….walaupun boleh, tapi ia bukan tujuan dasar jihad sekiranya mati syahid itu tujuan dasarnya tentu melarikan diri dari pertempuran dengan tujuan bergabung dengan pasukan lain atau mengatur strategi perang tidak dibolehkan !!
Allah SWT berfirman “ Barangsiapa melarikan diri ke belakang bukan untuk mengatur strategi perang atau bergabung dengan pasukan lain, berarti ia telah mendapatkan murka Allah dan tempat kembalinya adalah neraka jahanam, dan ia adalah sejelek-jeleknya tempat kembali”. (Al Anfal 16).
          Dari sini dapat diketahui bahwa tujuan dasar jihad adalah untuk memenangkan agama sekaligus mencelakai/menghancurkan musuh.
          Tujuan jihad yang mu’tabar lainnya adalah menjaga/memelihara kekuatan umat Islam dan tidak menjerumuskan kaum muslimin agar hancur binasa tanpa menggunakan strategi (disiplin ilmu) militer.
           Karena itulah seorang muslim dibolehkan untuk melarikan diri dari orang kafir yang berjumlah tiga atau lebih. Seperti kata Ibnu Abbas.
          “ Barangsiapa melarikan diri dari dua orang musuh berarti ia benar-benar telah melarikan diri”. (dikeluarkan Al baihaqi).
          Di dalam surat Umar kepada Saad, (semoga Allah meridhoi keduanya) tertulis, “ Janganlah Engkau mengutus pengintai atau pasukan sariyah di suatu tempat yang engkau sendiri khawatir bila terjadi kekalahan atau kesia-siaan tu kehancuran pada mereka!”.
          Ini semua memahamkan bahwa menjaga kekuatan Islam yang dilakukan oleh Khalid bin Walid (taktik lusihab) di saat terjadi pertempuran hingga Nabi SAW menamakan peristiwa Insihab Khalid itu dengan kata Fath (kemenangan).
          Telah diriwayatkan Al Bukhari dari Anas, beliau berkata, Bahwa Nabi SAW memberitahukan kematian Zaid, Ja’far dan Ibnu Rawadah kepada kaum muslimin sebelum Khabar kematian mereka dari medan tempur tiba, seraya berkata, “ Panji kaum muslimin dipegang oleh Zaid, lalu ia terbunuh. Kemudian panji itu dipegang oleh Ja’far, lalu ia terbunuh. Kemudian panji itu dipegang oleh Abdullah Ibnu Rawahah, lalu iapun terbunuh …(sambil kedua mata beliau bercucuran) hingga panji itu dipegang oleh satu pedang dari pedang-pedang Allah sampai Allah memenangkan kaum Muslimin atas musuh-musuhnya.”
          Ibnu Hajar berkta, “ Para Ahli Naql (perawi hadits) berselisih pendapat tentang maksud “ sampai Allah memberikan kemenangan atas mereka”. Sampai pada kata beliau, Al Imad Ibnu Katsir berkata, “ Dapat dikompromikan disini, bahwa tatkala khalid bergabung dengan kaum muslimin dan bermalam bersama mereka. Kemudian di pagi harinya beliau mengubah posisi pasukan ( sebagaimana keterangan sebelumnya). Musuhpun ragu dan menganggap bala bantuan dari pihak muslimin telah datang, khalidpun membawa kaum muslimin untuk menghadapi musuh saat itu. Merekapun akhirnya mundur dan ia tidak melakukan pengejaran terhadap mereka. Khalid memandang bahwa kembalinya pasukan Islam dengan selamat itu sebagai ghanimah yang besar”. (fathul bari 7/513-514).
          Saya katakan bahwa menjaga & memelihara kekuatan umat islam adalah tujuan yang mu’tabar (dipertimbangkan). Dan wajib untuk tidak menjerumuskan dan menceburkan kaum muslimin ke dalam kehancuran tanpa menggunakan strategi militer, yaitu mewujudkan kehancuran pada pihak musuh, dalam operasi tersebut.
          Sungguhpun begitu tetap ada beberapa perkara yang dikecualikan diantaranya bolehnya menceburkan diri sendirian ditengah-tengah musuh untuk mendapatkan kesyahidan dan ini tidak termasuk melemparkan diri kepada kebinasaan. Sebagaimana terdapat di dalam dua hadits, yaitu hadits Abu Ayyub dan Al Barra’ bin Malik yang disebutkan untuk menafsirkan Firman Allah   “ Dan janganlah kalian melemparkan diri kalian kepada kebinasaan”.
          Dan ini jika dibolehkan bagi seseorang, pastilah kehancuran itu terwujud yaitu hancurnya keteguhan/ketegaran musuh dan berlarinya musuh darinya. Maka yang diprioritaskan adalah hancurnya ketegaran & keteguhan musuh itu. ( Al Mughni wasy sy6arh Al Kabir 10/553 – 554).
          Dari sisi pengamalan (amaliyah) saya bisa mengatakan bahwa seorang muslim bisa maju untuk melibatkan diri di dalam kegiatan perang apapun ! Tanpa melihat apa yang nanti menimpa dirinya dan menutup mata terhadap hasil amaliyah ini, asalkan memenuhi empat syarat.
          Pertama, masyruiyyah.
          Yaitu, mengetahui hukum jihad ini apakah ia disyariatkan dengan hukum wajib atau tidak ?
          Dan perkara yang disyariatkan itu menjadi asas untuk mengetahui keadaan musuh dan hukum Allah tentangnya ? Kami akan menyebutnya pada lampiran ketiga nanti insya Allah, bahwa perkara ini merupakan ilmu yang wajib bagi setiap pribadi muslim.
          Kedua, Ar Raayah (panji jihad)
          Sebatas mengetahui bahwa musuh anda adalah kafir dan berhak untuk diperangi adalah tidak cukup ! Tetapi wajib bagi anda untuk mengetahui siapa kelompok yang anda ajak untuk memerangi musuh anda berikut identitasnya. Apakah kelompok itu berada dibawah panji Islam atau tidak ?
          Bila kami mengatakan panji Islam, yang dimaksud adalah Islam yang murni yang tidak bercampur dengan kekufuran, seperti Faham sosialisme, demokrasi dan madzhab-madzhab kafir lainnya.
          Bila orang-orang yang memiliki panji itu mengatakan bahwasanya apa yang mereka lakukan itu demi tegaknya undang-undang Islam sosialis, atau Islam demokrasi, maka ini semua adalah kafir ! Karena Islam adalah undang-undang yang lengkap dan sempurna [ Pada hari ini telah kusempurnakan agama kalian buat kalian”. (Al Maidah : 3).
          Agama Islam sama sekali tidak membutuhkan hukum-hukum buatan manusia ini dan semua orang yang mencampur adukkan Islam dengan undang-undang/hukum-hukum buatan manusia lalu ia berbicaya dengan bahasa keadaan (perbuatan) dan terkadang berteriak dengan pernyataannya, “ sesungguhnya Agama Islam itu masih ada kurangnya dan kamilah yang menyempurnakannya dengan undang-undang buatan manusia ini. Ini semua adalah kafir !!!.
          Sisi kekufurannya adalah bahwa ia telah mendustakan Firman Allah [“ Pada hari ini telah kusempurnakan agama kalian bagi kalian”. Al Maidah : 3].
          Dalam keadaan apapun, berperang bersama kelompok yang berada di dalam panji-anji yang telah terkontaminasi ini tidak dibolehkan. Karena dengan tetap berperang bersama mereka itu berarti anda telah menolong panji kekufuran yang sama sekali tidak ada nilai fisabilillahnya sedikitpun !
          Nabi bersabda “ Barangsiapa berperang agar kalima Allah itu tinggi maka ia berperang di jalan Allah”. (Muttafaq alaih).
          Ketiga ; Menggunakan fungsi kemiliteran (Jadwal Askariyah).
          Tidak boleh maju/memberanikan diri untuk berperang kecuali setelah mempelajari kegunaan strategi militer dari perang itu. Karena tujuan dasar jihad adalah untuk memenangkan agama.
          Kadang-kadang operasi militer itu sifatnya cabang saja dan faedahnya pun sedikit, kecuali bila operasi miter itu tertuang di dalam rencana kemiliteran yang berlaku menyeluruh umum). Seperti sariyah-sariyah (operasi militer) yang dikirim oleh komandan pasukan. Target operasi itu sendiri terkadang siasat saja, seperti menakut-nakuti musuh, dan ini semua mu’tabar.
          Nabi SAW bersabda,
          “ Imam itu tidak lain hanyalah perisai (bagi rakyatnya), rakyatnya turut berperang di belakangnya dan berlindung dengannya.” (HR Muslim).
          Ibnu Qudamah berkata, “ Urusan jihad itu diserahkan kepada Imam dan ijtihadnya, sedangkan rakyat haruslah mentaatinya sesuai pendapat-pendapatnya terhadap urusan jihad dan ijtihad itu (Al Mughni Wasy Syarh Al Kabir 10/373).
          Keempat : Mengambil tindakan-tindakan yang selamat dan aman.
          Hal ini dapat dilakukan dengan menguatkan penjagaan terhadap berbagai target dan tentara, kadang-kadang dengan menggunakan taktik-taktik tipu daya, atau bisa juga dengan mengambil tindakan-tindakan yang berkaitan dengan keselamtan pribadi, misalnya dengan memakai baju besi, topi baja, galian-galian parit dan semisalnya sebagaimana yang telah dilakukan oleh Nabi SAW, padahal beliau adalah orang yang terlindungi dari gangguan orang-orang kafir.
          Allah SWT berfirman, “ Dan Allah melindungi kamu dari (gangguan) manusia”. (Al Maidah 67).
          Beliau melakukan ini semua hanya semata-mata untuk dijadikan undang-undang bagi kita.
          Bila terbunuh/terluka itu terjadi dengan takdir allah, maka takdir ini harus ditolak dengan sebab-sebab yang disyariatkan yang mana ia juga merupakan takdir Allah SWT.
          Tidak ada kata menyerah atau tunduk untuk dibunuh/dilukai. Sebab, bila tidak berprinsip demikian tentu seseorang akan menyerahkan diri kepada musuh yang kafir.
          Jadi musuh ini adalah bagian dari takdir Allah, maka kewajiban kita adalah menolaknya/membela diri.
          Dan di dalam kaidah ini, yaitu kaidah melawan takdir dengan takdir (yang lain), Ibnu Qoyim pernah berkata, “ Syaikh Iraq yang teladan Abdul Qadir Jaelani berkata, “ Manusia itu bila telah sampai kepada Qodho dan Qadar, mereka pasti menahan diri, kecuali aku ! Dalam catatan taqdir,lobang udara itu telah mengembung penuh dengan udara lalu aku mengangkat takdir-takdir yang benar itu dengan cara yang benar dan untuk kebenaran. Dan seseorang itu ada yang membantah/menolak takdir bukan menyerah dengan takdir.
          Kemaslahatan-kemaslahatan seorang hamba di dalam kehidupannya tidak akan sempurna kecuali dengan menolak takdir-takdir itu, sebagiannya dengan sebagian yang lain ! lalu bagaimana dengan urusan akherat mereka ?
          Allah SWT telah memerintahkan agar perbuatan buruk (yang juga merupakan takdirNya) itu ditolak dengan perbuatan yang baik (yang ia juga merupakan takdirNya).
          Rasa lapar adalah Taqdir Allah, dan Dia menyuruh agar ditolak dengan makan yang ia juga takdirNya.  !!
          Nabi SAW telah menerangkan makna ini dengan seterang-terangnya, tatkala para sahabat bertanya,
          “ Apa pendapat engkau tentang obat-obat yang kami berobat dengannya, ruqyah (jampi-jampi) yang kami gunakan untuk meruqyah (mengobati dengan membaca jampi-jampi), serta takwa yang kami dapat menjaga diri dengannya ? Apakah semua itu dapat menolak takdir Allah walaupun sedikit ? “ Nabi SAW menjawab, “ Semua itu (obat, ruqyah, takwa) adalah takdir Allah “!
          Di dalam hadits lain disebutkan,
          “ Sesungguhnya doa dan bala’ akan saling berperang di antara langit dan bumi.”
          Dan apabila musuh kafir telah menginjakkan kakinya di bumi Islam, itu terjadi dengan takdir Allah juga !!
          Lalu…. Apakah kaum muslimin boleh menyerah terhadap takdir itu ? dan tidak mau menolak musuh itu dengan takdir (kekuatan) yang semisal dengannya ? yaitu jihad yang mana dengannya mereka akan menolak takdir Allah dengan takdirNya yang lain ? (Madarijus Salikin 1/199-200).
          Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah benar-benar telah menyebutkan pernyataan semacam ini sebagai komentar beliau terhadap ucapan Syaikh Abdul Qadir Jailani juga. ( Majmu’ fatawa 2/458).
          Menurut saya menolak takdir dengan takdir yang lain adalah kaidah yang baku menurut syar’i. Itu merupakan ketetapan kaum muslimin sejak zaman sahabat Nabi SAW.
          Hal ini ditunjukkan oleh penolakan Umar Bin Khattab terhadap Abu Hubaidah,. Yaitu tatkala Umar tiba di Syam lalu mendapati wabah (sampar) telah berjangkit di sana. Maka Umarpun bermusyarwarah dengan beberapa orang.
          Kemudian beliau bertekad untuk kembali (menjauhi Syam). Akhirnya Abdurrahman bin Auf memberi tahu tentang hal itu, yaitu bahwa Nabi SAW pun menyuruh demikian untuk kasus yang semisal. (menjauhi wabah).
          Hadits itu diriwayatkan Al Bukhari dari Ibnu Abbas. Umar Menyeru manusia, “ Aku akan melaksanakan sholat diatas punggung kendaraan maka lakukanlah sholat diatasnya”. Lalu Abu Ubaidah AL Jarrah berkata, “ Apakah anda lari dari Takdir Allah ? Umar berkata, “ Alangkah baiknya bila yang mengucapkannya selain engkau hai Abu Ubaidah ! Ya…kita lari dari takdir Allah menuju takdir Allah (yang lainnya)”. (Hadits no 5729).
          Saya katakan, “ Maka keempat syarat ini (Masyruriyah, ar raayah (panji Jihad), AL jadqa Al Askariyah (Manfaat ilmu kemiliteran) dan tindakan-tindakan yang selamat dan aman), bila anda telah mengambilnya, menjaga dan memeliharanya disaat berperang maka majulah dan tawakkallah kepada Allah dan jangan peduli terhadap musibah-musibah yang menimpamu atau keuntungan yang akan kamu dapatkan dari peperangan ini. Semuanya diserahkan kepada Allah.
         
          Ketiga : Rusaknya kepengecutan
          Berlawanan dengan keterangan sebelumnya,(tentang istisyhad) anda menjumpai bahwa penyakit pengecut dan wahn (cinta dunia dan takut mati) adalah penyakit parah yang menyebabkan umat Islam dikeroyok oleh umat-umat lain laksana hidangan diatas piring besar yang dikerumuni oleh orang-orang yang bernafsu terhadapnuya, sebagaimana yang tertera dalam Hadits Tsauban.
          Terapi penyakit hati ini adalah dengan membuang gaya hidup mewah. Terapi itu dijadikan fondasi dengan cara melekatkan aqidah (iman terhadap takdir Allah), yaitu agar seorang muslim mengetahui bahwa musibah yang menimpa dirinya itu bukan berarti menyalahkannya. Dan kesalahan-kesalahan yang ia perbuat bukan berarti sumber musibah yang menimpanya.
          Ajal sesuatu itu telah ada batasnya, sejak dahulu, Rizkipun demikian, dan musibah apapun yang menimpa seorang hamba telah ada ketentuannya disisi Allah. Allah SWT berfirman.
          “ Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan tidakpula pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfudz) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah. Kami jelaskan yang demikian itu supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikannya kepadamu. Dan Allah tidak suka kepada orang yang sombong lagi membanggakan diri”. ( Al Hadid 22-23).
          “ Dan tidaklah suatu jiwa itu mati kecuali dengan izin Allah sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya”. (Ali Imran 145).
          “ Maka apabila ajal telah tiba, mereka tidak dapat mengakhirkan atau menyegerakannya sedikitpun”. (Al A’raf 34).
          Dari Ibnu Masud bahwa Rasulullah SAW bersabda,
          “ Sesungguhnya salah seorang diantara kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya selama 40 hari berupa Nuftah (Air Mani) kemudian menjadi segumpal darah selama itu juga kemudian sekerat daging selama itu juga. Kemudian diutuslah kepadanya malaikat lalu ia meniupkan kedalam sekerat daging itu ruh dan diperintahkan dengan empat kalimat, yaitu menulis rizkinya, ajalnya, amalnya dan celaka atau bahagia.” (Muttafaq alaih).
          Dari Ibnu Masud, Nabi SAW bersabda,
          “ Sesungguhnya Ruhul Qudus (jibril ) memberikan ilham pada hatiku bahwa nyawa itu tidak akan mati hingga rizki dan ajalnya sempurna. Takutlah kalian kepada Allah dan perbaguslah usaha kalian dalam mencari (rizki).” (HR Abu Nua’im di dalam Kitab Al Hilyah, dengan sanad shahih dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan Al Hakim).
          Jadi rizki dan ajal itu telah ditakdirkan, tidak bisa dihindari karena itu banyak kalangan salaf yang tidak suka berdoa agar panjang umur.
          Adapun tentang hadits Nabi SAW         “ Barangsiapa ingin agar rizkinya dibentangkan untuknya, dan agar tertunda kematiannya (panjang umur) maka hendaklah ia menyambung silaturahmi”. (Muttafaq alaih).
          Ibnu Hajar telah memberikan tarjih dan selain beliaupun telah memastikan bahwa maksud dari berkah di dalam rizki dan umur itu bukanlah sesuatu yang lebih dari apa yang telah ditaqdirkan. Beliau menyebutkan sebagian atsar yang menguatkan tarjih ini (fathul Bari 10/ 415 – 416).
          Jadi yang mesti diketahui bahwa jihad itu tidak mendekatkan kepada ajal atau menghalangi rizki ! Namun demikian tarjih ini tidak mematikan usaha untuk mengambil sebab-sebab yang disyariatkan. Seperti, berusaha mencari rizki (maisyah), mengenakan baju besi disaat perang, menggali parit, dan lain-lain dalam rangka menghadapi musuh, seperti yang telah disyariatkan oleh Nabi SAW.
          Maka tidak ada pemisahan antara Iman dengan takdir dan antara melaksanakan sesuatu yang diperitahkan.
         
          Keempat : kerusakan ihjam (mundur dari pertempuran karena takut terbunuh dan tidak dapat melihat hari kemenangan)
          Yang saya maksud dengan ihjam adalah bahwa rasa senang terhadap kemenangan itu telah tertanam di dalam jiwa.
          “ dan adalagi karunia yang lain, yang kamu sukai yaitu pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat”.(Ash Shof 13).
          Rasa senang kepada kemenangan itu terkadang dapat berubah menjadi kebinasaan yang membuat seorang muslim menahan diri/mengundurkan diri dari turut serta dalam pertempuran pertama atau kedua, karena takut terbunuh dan tidak dapat hidup lagi guna menyaksikan hari kemenangan yang pasti. Ini terjadi karena kebodohannya terhadap hakekat kewajibannya.
          Orang islam itu diperintahkan untuk berjihad menurut dasar syari, bukan diperintahkan untuk mewujudkan kemenangan yang pasti.
          Baginya sama saja, apakah kemenangan itu diperoleh melalui tangannya atau tangan saudaranya atau anak-anaknya yang penting ia telah menunaikan kewajibannya. Dan ia  akan mendapatkan pahala dari Allah SWT.
          Allah berfirman, “ barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasulnya, kemudian kematian menimpanya sebelum sampai kepada tempat yang dituju, maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah”. (An Nisa : 100).
          Inilah orang yang berusaha  melaksanakan hijrah yang wajib, namun  ia belum sampai kepada tempat yang ia tuju, bahkan ia telah menjumpai maut sebelum sampai di tempat hijrah sungguhpun demikian telah tetap pahalanya di sisi Allah SWT.
          Lebih jelas lagi keterangan tentang maksud firman Allah, “ yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa amarah orang-orang kafir dan tidak menimpakan bencana kepada musuh melainkan ditulislah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal solih. Sesungguhn ya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat baik”. Dan mereka tidak menafkahkan suatu nafkah yang kecil dan tidak pula yang besar dan tidak melintasi suatu lembah melainkan dituliskan bagi mereka amal shalih pula, karena Allah akan memberi balasan kepada mereka dengan balasan yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. (At Taubah 120-121).
          Ayat ini tidak dapat meninggalkan sedikitpun susah payah yang dilakukan oleh seorang muslim di dalam jihadya melawan musuh Allah melainkan ia telah menetapkan bahwa amal itu adalah amal shalih yang dengannya pelakunya akan mendapat balasan kebaikan, tanpa ada syarat (“harus mencapai tujuan atu memperoleh kemenangan)”.
          Sebagai tambahannya adalah patut diketahui bahwa barangsiapa berjihad dan belum pernah mendapatkan ghanimah atau kemenangan, maka yang demikian itu justru lebih besar pahalanya disisi Allah dibandingkan orang yang berjihad dan telah mendapatkan ghanimah dan kemenangan. Sesuai dengan sabda Nabi SAW,
          “ Tidak ada sepasukan ghozwah atau sariyyah yang berperang lalu mendapat ghanimah dan selamat melainkan mereka telah mengambil persekot dua pertiga pahala mereka. Dan tidak ada sepasukan ghozwah atau sariyyah yang gagal dan celaka melainkan pahala mereka telah sempurna”. (HR Muslim).
          Semisal dengan itu adalah hadits Khabab bin Al Aratsts beliau berkata, “ kami hijrah bersama Rasulullah SAW untuk mencari wajah Allah SWT, maka sungguh telah tetap pahala kami disisi Allah. Diantara kami ada yang mati sedangkan ia belum pernah makan pahalanya (hasil-hasil perang) sedikitpun, diantara mereka adalah Mus’ab bin Umair RA. Beliau terbunuh pada perang Uhud dan meninggalkan sehelai kain wol (selimut badan). Maka jika kami tutupkan kain itu dikepalanya pasti kedua kakinya kelihatan dan bila kakinya yang ditutup kepalanya kelihatan. Maka Rasulullah SAW memerintahkan kami agar menutup bagian kepala dan menutup kedua kakinya dengan sesuatu dari pohon idzkhir. Dan diantara kami ada yang telah memetik buah yang telah matang (menikmati hasil-hasil perang)”. (Muttafaq alaih)
          Inilah akhir tentang Masalah Istisyhad yang saya ketahui.              
                      
Wallahu a’ala a’lam


Mu’allif Asy Syaikh Abdul Qadir bin Abdul ‘Aziz
Min Kitaab Al Umdah Fie I’dadil ‘Uddah

Syeikh Muhammad Abdul Wahab

 بسم الله الرحمن الرحيم

Meskipun ilmu pengetahuan telah tersebar luas dikalangan masyarakat Islam dan fikiran umat Islam telah terbuka, namun tidak dapat dinafikan bahawa kesamaran serta syubhat ke atas Syiekh Muhammad Abdul Wahab (SMAW) masih lagi bersarang di dalam fikiran sesetengah umat Islam. Mereka terkeliru dengan dusta-dusta dan fitnah-fitnah yang dilemparkan oleh orang-orang yang mempunyai tujuan tertentu ke atas SMAW.

Kekaburan itu menjadi bertambah kelam apabila cerita-cerita sebenar mengenai SMAW tidak sampai kepada mereka dan ketidakmampuan mereka dalam menilai sesuatu syubhat itu dengan berdasarkan kepada Al-Quran dan As-Sunnah.

Mereka dimomokkan dengan fitnah-fitnah yang menakutkan tentang SMAW sedangkan beliau telah bertungkus lumus di dalam memperjuangkan Aqidah yang sahih, syariat yang sejahtera dan akhlak yang mulia dengan membersihkannya daripada perkara perkara bid’ah dan kurafat yang mencarikkan kesucian Islam itu sendiri.

Keadaan mereka menjadi bertambah parah dengan sebab sikap ta’sub dan taqlid buta mereka. Lantas sikap toleransi dan berfikiran terbuka tidak wujud pada diri mereka bagi mendengar serta meneliti kebenaran perjuangan dakwah SMAW. Maka terjadilah segala fitnah fitnah dan syubhat mengenai SMAW itu seperti fatamorgana yang beralun alun di padang pasir tatkala panas terik sedangkan apabila dihampirinya tidak ada satu apa pun yang didapatinya.

Andaikata seseorang itu mempunyai akal yang bersih daripada syubhat syubhat tersebut serta cintakan kebenaran nescaya beliau akan mendapati bahawa tuduhan terhadap SMAW itu adalah tidak benar dan tidak berasas sama sekali.

Oleh itu kita berharap kepada saudara saudara sekalian agar berfikiran terbuka, bebas daripada bersikap jumud dan permusuhan, sentiasa berpandukan kepada Al-Quran dan As-Sunnah di dalam meneliti perbahasan bab ini serta sentiasa mempunyai sikap ingin tahukan kebenaran.

Kertas kerja ini adalah langkah asas bagi memperkenalkan kepada masyarakat Islam tentang SMAW dan dakwahnya serta sekaligus menghapuskan fitnah fitnah terhadapnya.

Di dalam kertas kerja ini juga kita akan membicarakan syubhat dan fitnah yang dilemparkan kepada beliau, dimana perbahasannya adalah berkisar disekitar tiga perkara. Dengan kata lain sekiranya kita meneliti terhadap fitnah fitnah itu hanya berlengkar sekitar tiga perkara, iaitu:

·         Berkenaan Tauhid Uluhiyyah dan furu’nya seperti Istighatah, berdamping kepada yang selain daripada Allah, nazar, sembelih, bersumpah dengan makhluk dan sebagainya.
·         Berkenaan Tauhid Al Asma’ was Sifaat.
·         Ingkarnya terhadap bi’aah bi’aah maulid, tarikat sufiah dan adat adat yang diada adakan yang menghina agama Islam itu sendiri.

Sejarah Ringkas Syeikh Muhammad Abd Wahab


Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid bin At-Tamimi. Dilahirkan di ‘Uyainah yang terletak di sebelah utara Riyadh pada tahun 1115 H. (1703M) dan meninggal dunia paa tahun 1206H. Beliau membesar di bawah jagaan ayahnya yang juga merupakan seorang Qadi di ‘Uyainah.

Syeikh Mohammad Abd Wahab telah menghafal Al-Qur’an sebelum mencapai umur sepuluh tahun. Beliau telah mempelajari fiqih Hanbali, Tafsir dan Hadith daripada bapanya. Sememangnya dari sejak kecil beliau amat menggemari membaca kitab-kitab Tafsir, Hadith dan Aqidah serta lebih banyak menumpukan kepada hasil karya Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Al-Hafiz Ibnu Qayyim di dalam pembacaannya.

Setelah itu beliau berangkat ke Makkah Al Mukaramah untuk menunaikan ibadah haji, kemudian terus ke Al Madinah Al Munawwarah menziarahi Masjid Nabawi, menziarahi Rasulullah SAW dan para sahabatnya RA. Seterusnya beliau mendalami ilmu agama daripada para ulama Madinah seperti Syeikh Abdullah b. Ibrahim b Saif, Sheikh Ali Afandy Ad Daghastani, Syeikh Ismail Al ‘Ajluni, Syeikh Abdul Latif Al-‘Afaaqi Al Ahsaai’, Syeikh Muhammad Hayat As Sindi.

Kemudian Syeikh Muhammad Abd Wahab pulang ke Najd dan terus ke Basrah. Beliau tinggal di sana beberapa waktu dan mendalami ilmu agamanya daripada para ulama Basrah seperti Syeikh Muhammad Al Mujmu’I dan Al ‘Allamah Malla Hamdu Al Jamili. Di dalam perjalanan pulang ke Nadj beliau telah berhenti di Al Ahsaa’ dan duduk belajar dari Syeikh Muhammad b Abd Latif As Syafi’i.

Ketika pulang ke negerinya, beliau telah melihat kemungkaran, kesyirikan dan kesesatan berleluasa di Negeri Najd, Haramain, Iraq dan lain lain tempat. Sehingga ketika beliau berada di Madinah Al Munawwarah beliau telah mendengar orang ber’istighasah (minta tolong) dengan Rasulullah SAW dan bukannya dengan Allah SWT. Lalu ia bertanya kepada Syeikh Hayat As Sindi tentang perkara tersebut, maka dengan segera Syeikh tersebut menjawab : “Sesungguhnya celakalah mereka itu dengan apa yang mereka itu padanya dan kekarutan yang mereka kerjakan itu.”

Pada tahun 1158H, beliau telah pergi ke Dar’iah dan menjadi tetamu bagi Abdul Rahman bin Suwailim dan Ahmad B Suwailim. Semasa di sana beliau telah dikunjungi oleh orang ramai untuk mempelajari dan mendalami ilmu agama darinya. Kemudian beliau telah bersetuju dengan Muhammad b. Sa’ud Amir Ad Dar’iah untuk berjihad di jalan Allah bagi melaksanakan tuntutan “amar ma’ruf dan nahi mungkar” serta menegakkan syariat agama Islam.

Meskipun orang ramai telah pun menaruh minat serta memberi sokongan yang kuat terhadap da’wah SMAW, namun tidak dapat dinafikan di sana terdapat beberapa golongan yang menentang usaha murni beliau, sehingga sesetengah orang awam telah terpengaruh dengan dakyah-dakyah golongan yang menentang usaha beliau ini disebabkan kerana:

·         Pihak penentang beliau telah menulis surat kepada kerajaan Uthmaniyyah bagi meminta bantuan ketenteraan dan mendesak agar Kerajaan Uthmaniyyah menghalangi usaha-usaha SMAW. Mereka telah menakut-nakutkan pemerintah Kerajaan Uthmaniyyah dengan dakwaan jika Kerajaan Uthmaniyyah tidak campur tangan di dalam masalah ini nescaya kehebatan kerajaan Uthmaniyyah akan hilang dari hati-hati orang Islam. Bukan sekadar itu sahaja, bahkan mereka telah memburuk-burukkan SMAW dengan menaburkan fitnah-fitnah yang dusta, umpamanya mereka menuduh SMAW telah membuat mazhab yang kelima, beliau tidak mencintai Rasulullah, tidak mengasihi para wali dan sebagainya.

·         Golongan Ulama yang hidup mereka hanya bergantung dengan dakyah-dakyah yang membesar-besarkan kubur-kubur dan qubbah-qubbah yang dihiasi dengan pelbagai corak sangat takut dan bimbang dakwah Salafiah yang dibawa oleh SMAW. Lalu mereka menentang habis-habisan SMAW demi untuk menjaga sumber rezeki mereka.

Sesetengah ulama tidak dapat gambaran yang jelas dan tepat tentang SMAW dan dakwahnya. Merekahanya sekadar mendengar daripada orang yang berhasad dengki dan memburuk-burukkan SMAW tanpa merujuk terus kepada kitab-kitab karangan SMAW.

Kitab-kitab Karangan Syeikh Muhammad Abd Wahab


SMAW telah mengarang beberapa buah kitab bagi menegakkan ajaran Al-Qu’ran dan Al Sunnah serta sekaligus menjelaskan matlamat dakwah beliau. Di antara kitab-kitab tersebut ialah:

·         Kitab at Tauhid
·         Kasyfu asy Syubhat
·         Thulatha al Usul
·         Mukhtasar as Sirah an Nabawiyyah
·         Al-Qawaid al Arba’
·         Usul al Iman
·         Kitab Mufid al Mustafid fi Kufri Tariq at Tauhid
·         Syurut as Solah wa Arkaanuha
·         Kitab Fadl al Islam
·         Majmu’ Rasail fi at Tauhid wal Iman wa Masail al Jahiliyyah.
·         Kitab at Thoharah
·         Mukhtasar al Insof fi Ma’rifah ar Rajih minal Khilaf
·         Nasihah al Muslimin bi Ahaadith Khatimal Mursalin
·         Kitab Al Kabair
·         Mukhtasar Zaadul Ma’ad
·         Kitab Fadhailul Qur’an
·         Istinbath minal Qur’an
·         Al Hudha An Nabawi
·         Majmu’ as Sawaiq
·         Majmu’ al Hadith ‘ala Abwab al Fiqh
·         Ahaadith al Fitan
·         Mukhtasar al Bukhari
·         Ar Rasail asy Syakhsyiyyah
·         Ikhtisar as Syarh al Kabir
·         Masail al Jahiliyyah dan sebagainya

Di dalam kitab Unwan Al-Majid telah menyatakan bahawa ramai daripada pembesar pembesar ulama di zaman itu turut mendalami ilmu mereka daripada SMAW. Keempat empat anak SMAW juga telah menjadi ulama besar di zaman itu hasil daripada beliau. Mereka itu ialah Husain, Abdullah, Ali dan Ibrahim.

Di samping itu terdapat ramai anak anak murid SMAW yang muncul sebagai tenaga penggerak Da’wah As Salafiah di merata rata tempat. Mereka kebanyakannya telah menjadi qadhi atau mufti diseluruh pelusuk Tanah Arab. Di antara mereka itu ialah:

·         Syiekh Abdul Aziz b. Abdullah Al Husain Al Naasiri
·         Syiekh Sa’id b. Huja’I
·         Syiekh Abdur Rahman b. Naami
·         Syiekh Hamid b. Naasir b. Usman b. Ma’mar
·         Syiekh Ahmad b. Rasyid Al Uraini
·         Syiekh Abdul Aziz Abu Hasan
·         Syiekh Abdul Aziz b. Suwailim
·         Syiekh Hasan b. Aidan dan lain lain lagi.

Masyarakat Najd sebelum Da’wah Syiekh Muhammad Abd Wahab


SMAW telah mendapati bahawa khurafat dan I’tiqad yang rosak dan bercanggah dengan usul agama yang sahih telah berleluasa di dalam negei Najd dan di kawasan kawasan sekitarnya. Masyarakat ketika itu sering berulang alik ke kubur di negeri itu untuk meminta hajat atau meminta agar mereka dilepaskan daripada kesusahan.

Umpamanya di Al Jubailah, mereka berulang alik ke kubur yazid b. Al Khattab dan merendah diri serta meminta hajat daripadanya. Peristiwa yang terlebih ganjil lagi berlagu di Negeri Al Mantahah dimana mereka bertawassul dengan “Pokok Tamar Jantan” dimana orang yang belum berkahwin akan berkata:

“Wahai bapa sekelian bapa (iaitu pokok tamar jantan), saya hendak berkahwin sebelum cukup setahun”.

Kebanyakan masyarakat Islam ketika itu sentiasa berulang alik ke kubur kubur yang didakwanya sebagai kubur para sahabat dan para wali. Tanpa disedari meraka telah melakukan upacara ibadat yang tidak selayaknya melainkan untuk Allah seperti bernazar, tawaf, menyembelih, meminta tolong dan sebagainya. Mereka seolah olah tidak mengenal Allaa SWT. Apabila ditimpa musibah atau sakit, maka mereka akan menjerit jerit menangis berdoa’ dan meminta tolong di kubur kubur. Mereka juga seolah olah tidak pernah mendengar Firman Allah SWT :

“Berdoalah kepadaku, nescaya akan Ku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang orang yang menyombongkan diri dari menyembahKu akan masuk Neraka Jahannam dalam keadaan yang hina dina”. (Al Mu’min : 60)

Hati mereka terikat kuat dengan kubur kubur, pokok pokok dan gua gua. Di antara faktor faktor yang menyebabkan hati mereka lebih gemar meminta doa kepada selain daripada Allah SWT dan tidak terus kepada Allah sepertimana yang telah disarankan oleh ayat di atas ialah:

·         Penerimaan amalan ini secara warisan daripada bapa bapa dan datuk datuk mereka tanpa meneliti kesahihan amalan tersebut.
·         Tiadanya golongan yang bangkit untuk membenteras bid’ah bid’ah ini dan berusaha untuk mengembalikan mereka kepada ajaran Islam yang sahih.
·         Bagi sesetengah golongan perkara ini merupakan sumber rezeki dan batu loncatan untuk mendapatkan pangkat dan kedudukan yang mereka inginkan.
·         Kejahilan mereka dengan hakikat Islam yang sebenarnya yang dibawa oleh Rasulullah SAW, sehinggakan mereka mencampur adukkan agama dengan perkara lain atau menggantikannya dengan sesuatu yang bertentangan dengan Islam.
·         Pemimpin dan penguasa tidak memandang berat terhadap persoalan tersebut. Mereka hanya sibuk untuk mengumpul harta.

Justeru itu Syeikh Muhammad Abd Wahab bangkit menentang perkara bid’ah ini dengan berpandukan kepada Al Quran dan As Sunnah. Beliau bersungguh sungguh di dalam usaha berda’wah mengajak manusia kepada mengesakan Allah Subhanu Wata’ala di dalam beribadat serta berjuang untuk menghapuskan syirik, bid’ah dan kesesatan.

Aqidah Syeikh Muhammad Abd Wahab


Mengenai aqidah SMAW adalah lebih wajar sekiranya kita meneliti dan mengamati tulisan beliau dalam sebuah kitabnya yang menjelaskan pegangan aqidahnya. Berkata Syeikh Rahimahullah, “Aku bersaksikan Allah SWT dan sekalian mereka yang hadir bersamaku daripada para malaikat dan aku bersaksikan kamu : “Bahawa aku beri ‘itiqad Ahlu-Assunah Wal Jamaah, beriman dengan Allah dan para malaikat, kitab kitabNya, para RasulNya, hari kebangkitan selepas mati serta qadar baik dan jahat”.

“Aku beriman dengan Allah SWT : Beriman dengan sifat yang Allah SWT telah menyifatkan diriNya denganNya sepertimana yang dinyatakan dalam kitabNya denganNya sepertimana yang dinyatakan dalam kitabNya dan yang dating melalui lidah RasulNya tanpa tahrif (mengubah) dan tamsil (mengumpamakan). Bahkan aku beri ‘itiqad bahawasa sesungguhnya Allah SWT tidak ada sesuatu yang serupa denganNya dan Dia Maha Mendengar juga Maha Melihat”.

“Aku tidak menafikan apa apa yang disifatkan bagi DiriNya dan aku tidak mengubah perkataan Allah daripada tempatnya dan tidak mengingkari nama nama dan ayat ayatNya. Aku tidak mengetahui kaifiatNya dan aku tidak membandingkan sifat sifat Allah dengan sifat makhluk. Kerana Allah tiada yang senama bagiNya, tiada seumpama, tiada bandingan dan tidak dikiaskan dengan makhlukNya. Sesungguhnya Allah SWT lebih mengetahui tentang diriNya dan yang selain daripadaNya serta lebih benar dan baik perkataanNya”.

“Maka Allah SWT menyucikan diriNya daripada sesuatu yang menyalahi, yang disifatkan oleh ahli Takyif (menentukan cara kaifiat) dan Tamsil dan daripada sesuatu yang dinafikan oleh ahli Tahrif dan Ta’til (menafikan sifat)” Firman Allah SWT:

“Maha suci Tuhanmu yang mempunyai keperkasaan daripada mereka katakan, dan kesejahteraan dilimpahkan ke atas pada Rasul, dan segala puji bagi Allah Tuhan sekelian alam”. (As Soffat: 180 – 182)

“Golongan yang berjaya (Firqah An Najiah) itu adalah pertengahan di antara Qadariyyah dan Jabariyyah di dalam bab Af’al (perbuatan) Allah SWT: pertengahan di antara Murjiah dan Jahmiah di dalam bab Iman dan Deen; pertengahan di antara Rafidoh dan Khawarij di dalam bab para sahabat Rasulullah SAW”.

“Aku ber’itiqad bahawa Al-Quran itu Kalamullah yang diturunkan dan bukannya makhluk. DaripadaNya ia bermula dan kepadaNya ia kembali. Sesungguhnya Allah SWT berkata kata dengan secara hakikat (sebenarnya) Allah SWT menurunkannya kepada hamba dan rasul kepercayaanNya atas jalan wahyu. Utusan Allah SWT di antaraNya dengan hamba hambaNya ialah Nabi kita Muhammad SAW”…

Kemudian di tempat yang lain SMAW menulis: “Aku beriman bahawasanya Nabi kita Muhammad SAW adalah penutup para Nabi dan Rasul. Tidak sah iman seseorang sehinggalah ia beriman kepada risalahnya dan bersaksi dengan kenabiannya”.

Seafdhal-afdhal umatnya adalah Abu Bakar As Siddik, kemudian Umar Al Faruq, kemudian Uthman Zu Nurain, kemudian Ali Al Murtadha, kemudian selebihnya dari sepuluh orang (yang dijamin masuk syurga) kemudian ahli perang Badar, kemudian ahli Asy Syajarah, mereka yang menyertai baia’h Ar Ridwan, kemudian sekelian para sahabat Radhiallahu’anhum.

Aku mengasihi sekalian para sahabat Rasulullah SAW, sentiasa menyebut kebaikan mereka, meminta ampun untuk mereka, menahan diri daripada menyebut keburukan mereka, dan diam di dalam perkara yang diperselisihkan di antara mereka.

Aku berkeyakinan dengan kelebihan mereka, sepertimana Firman Allah SWT:

Maksudnya: “Dan orang orang yang datang sesudah mereka, mereka berdoa: “Ya Tuhan Kami! Beri ampunlah kami dan saudara saudara kami yang telah beriman terlebih dahulu dari kami dan janganlah kau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang orang yang beriman, Ya Tuhan Kami! Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al Hasyr:10)

“Aku berdoa dengan keredhaan Allah SWT bagi ummahatul mu’minin yang bersih daripada setiap kejahatan. Aku mengakui keramat para wali, tetapi mereka tidak berhak dengan sesuatu daripada hak Allah SWT. Aku tidak bersaksi dengan syurga dan tidak juga neraka bagi mana mana muslimin, melainkan mereka yang telah disaksikan oleh Rasulullah SAW. Tetapi aku berharap kebaikan bagi orang yang berbuat baik dan aku takut atas orang yang berbuat kejahatan.

Aku tidak mengkafirkan seseorang Islam dengan sebab dosanya dan aku juga tidak mengeluarkanya daripada golongan Islam”.

Daripada beberapa petikan tulisan SMAW mengenai aqidah di atas, jelaslah kepada kita bahawa aqidah beliau adalah Aqidah Salafu As Soleh. Ianya juga merupakan pegangan aqidah imam imam Mazhab dan imam imam Muhaddisin.

Oleh itu, untuk mengetahui dengan lebih mendalam tentang intipati perjuangan SMAW adalah wajar bagi kita mendalami hasil karya beliau. Di samping itu, melalui pembacaan dan kajian terhadap buku buku karya SMAW, kita akan mendapat jawapan yang jelas terhadap fitnah fitnah yang dilemparkan ke atas beliau.

Syubhat syubhat Ke Atas Syeikh Muhammad Abdul Wahab


Syubhat syubhat dan fitnah fitnah yang dilemparkan ke atas SMAW adalah teramat banyak serta ianya masih lagi bersarang di dalam kepala sesetengah umat Islam. Di sini memadailah kita membawa dua atau tiga syubhat ke atas SMAW sebagai contoh. Di antaranya:

Syubhat Pertama


Mereka mendakwa bahawa SMAW dan pengikut pengikutnya membenci Nabi Muhammad SAW, menghina Baginda SAW dan para Nabi yang lainnya a’alaihimus solatu wassalam.

Bagi menguatkan dakwaan mereka, mereka berkata bahawa SMAW telah berkata:

“Bahawa Nabi Muhammad SAW seumpama seseorang yang tuli yang diutuskan kepada manusia untuk menyampaikan sesuatu perkara kemudian ia pulang.”

Berkata Alwi Al Haddad dalam kitabnya “Misbah Al An’am” :

SMAW dan para pengikutnya berkata :

”Tongkat saya adalah lebih baik daripada Muhammad kerana ia dapat membunuh ular dan seumpamanya. Sedangkan Nabi Muhammad telah mati dan tidak terdapat manfaat sekali padanya”.

Manakala Sayed Ahmad Zaini Dahlan pula berkata:

“Pengikut SMAW telah terlarang daripada berselawat kepada Nabi SAW selepas azan di atas menara, sehinggakan apabila seseorang tukang azan yang buta berselawat kepada Nabi Muhammad SAW selepas azan lalu ia dibawa kepada SMAW dan dibunuhnya tidak akan wujud melainkan pada diri orang orang Maulid, Yahudi dan Nasrani”.

Bantahan Terhadap Syubhat Pertama


Sesungguhnya dakwaan ini adalah fitnah yang keji yang tidak sepatutnya dilemparkan kepada individu Islam yang berusaha gigih untuk menegakkan Al-Quran dan As Sunnah. Tambahan pula sikap membenci Nabi Muhammad SAW tidak akan wujud melainkan pada diri orang orang Mulhid, Yahudi dan Nasrani.

Sepertimana yang kita telah ketahui, syarat untuk seseorang itu menjadi seorang Islam adalah dengan ucapan dua kalimah syahadat “Bahawasanya aku naik saksi tidak ada Tuhan yang sebenarnya melainkan Allah dan Muhammad itu Rasulullah” oleh itu bagaimana mungkin seorang yang mengaku dirinya Islam membenci Rasulullah serta melarang berselawat kepadanya.

Allah berfirman:

“Katakanlah, Jika kamu mencintai Allah ikutilah aku nescaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa dosa kamu”. (Ali Imran 31)

Ayat ini mejelaskan kepada kita bahawa adalah syarat bagi seorang hamba yang mendakwa ianya mencintai Allah SWT itu mengikuti RasulNya. Dan mengikuti RasulNya tidak dapat tidak adalah dengan wujud perasaan cinta terhadapnya. Rasulullah SAW bersabda:

”Maksudnya: Tidak beriman seseorang itu sehingga adalah aku lebih dicintainya daripada bapanya dan anaknya serta manusia sekeliannya”.

Justeru itu bagaimana mungkin sahnya iman seseorang itu sdangkan ia tidak mencintai Rasulullah SAW.

Di samping itu kita harus menyedari bahawa SMAW juga turut menghasilkan kitab “Seerah Rasulullah SAW”. Andaikan beliau tidak mencintai Rasulullah SAW, nescaya beliau tidak akan mengarang kitab “SIRAH” yang memaparkan kehebatan dan kebesaran Rasulullah SAW dari mula Baginda dilahirkan hingga wafat.

SMAW adalah seorang yang bermazhab Hanbali, mereka berpendapat berselawat ke atas Nabi SAW di dalam tahiyyat akhir adalah daripada fardhu. Solat iti tidak sah melainkan dengan selawat ke atas Nabi SAW. Pendapat ini adalah bertepatan dengan pendapat (qaul) kedua Imam Syafi’e, manakala mazhab Maliki dan Hanafi pula menyatakan ianya sunat. Oleh itu bagaimana mungkin kita boleh menuduh orang yang mewajibkan selawat ke atas Nabi SAW di dalam solat itu membenci Rasulullah SAW.

Adakah mereka itu lupa bahawa selawat ke atas Rasulullah SAW itu adalah merupakan perintah Allah SWT. FirmanNya:

Maksudnya: “sesungguhnya Allah dan para malaikatNya berselawat ke atas Nabi SAW. Wahai orang-orang beriman! Berselawatlah kami ke atas Nabi dan ucapkan salam penghormatan kepadanya. (Al-Azhab:50)

Para ulama’ telah sepakat mengatakan bahawa berselawat tanpa mengangkat suara selepas azan itu merupakan bid’ah yang berlaku pada tahun 781H, di mana ia tidak pernah berlaku pada zaman para sahabat, tabi’in serta imam yang empat.

Syubhat Kedua


Meraka mendakwa SMAW serta para pengikutnya telah berkata: “Bahawa Nabi Muhammad SAW telah mela’nat menghina negeri Najd serta melarang daripada berdoa untuk ahli-ahlinya, telah sabit dalam hadith sahih bahawa Nabi SAW telah bersabda:

“Ya Allah! Berkatilah bagi kami pada negeri Syam dan negeri Yaman kami. Mereka berkata: “dan pada negeri Najd kami”. Bersabda Nabi: “Ya Allah! Berkatilah kami pada negeri Syam kami dan negiri Yaman kami. Mereka berkata: “Dan kepada negeri Najd kami. Maka aku menyangka mereka bersabda pada kali yang ketiga; di sana terdapat gempa dan fitnah dan di sana naiknya tanduk syaitan…. Di dalam hadith yang lain pula: “Kepala kufur dari sebelah matahari naik”.

Muhammad b. Abdul Wahab dilahirkan dan dibesarkan di negeri Najd, manakala Nabi Muhammad SAW pula memberitahu di sana terdapat gempa dan fitnah, Maka da’wah SMAW adalah sebahagian daripada gempa dan fitnah. Sesungguhnya telah lahir sebelumnya daripada negeri Yamaamah “Musailamah Al Kazzab’ yang mendakwa sebagai Nabi, begitu juga dengan Thulaihah b. Khuwailid Al Asadi. Najd terletak sebelah Timur Madinah.

Bantahan Terhadap Syubhat Kedua


Kita tidak menafikan bahawa Hadith yang mereka kemukakan di atas adalah sahih, tetapi ia bukan untuk mela’nati negeri Najd Al Yamamah, bahkan kalimah Najd itu disebut bagi setiap sesuatu yang lebih tinggi atau menonjol daripada permukaan mukabumi. Manalaka kawasan yang terletak di timur Madinah adalah Iraq dan bukanya Al Yamamah seperti mana dakwaan mereka.

Telah berkata Al Karmaani di dalam Syarah Al Bukhri: asal “Najd” Itu adalah sesuatu yang meninggi daripada permukaan bumi dan ia bersalahan dengan tanah rendah”. Ibnu Hajar Al Asqolani pula berkata: “ Telah bersepakat mereka yang telah mensyarahkan hadith dan para imam lughah pada kalimat “Najd” itu bukannya nama bagi negeri yang khusus dan bukannya nama bagi negeri yang tertentu, bahkan ia disebutkan bagi setiap bahagian di muka bumi yang meninggi dan yang menonjol daripada permukaan yang sekitarnya.

Justeru itu “Najd” di negeri Arab adakah teramat banyak, di antaranya: Najd Al Barq, Najd Ija’, Najd Al Iqab di Damsyik, Najd Yaman, Najd Hijaz dan Najd Iraq yang terletak di sebelah timur Madinah Al Munawwarah.

Ketika mensyarahkan hadith “Tanduk syaitan itu terbit daripada Najd”, Al Karmaani telah berkata: “Ianya adalah permukaan bumi yang tinggi daripada Tihamah hingga kepada negeri Iraq”.

Dari itu jelaslah kepada kita bahawa hadith yang mencela “Najd” di mana terbitnya tanduk syaitan darinya bukanlah ditujukan kepada Najd Al Iraq dan sekelilingnya.

Telah berkata pengarang “Akmalul Bayan fi Syarhi Hadith Najd Qarnul Syaitan”: Yang dimaksudkan dengan negeri-negeri yang terletak di sebelah timur Madinah Al Munawwarah seperti mana yang tersebut di dalam hadith-hadith itu ialah tempat bermulanya fitnah dan fasad, pusat kekufuran dan ilhad serta tempat terbitnya bid’ah dan kesesatan. Maka lihatlah pada peta Arab dengan pandangan yang teliti, nescaya jelaslah kepada kamu bahawa permukaan bumi yang tinggi di sebelah timur Madinah itu aialah Iraq yang terletak pada Kufah, Basrah dan Baghdad”.

Di antara gempa dan fitnah yang telah berlaku di Najd Iraq itu ialah: peperangan Jamal dan Siffin. Di mana kedua-dua peperanagn ini sedikit sebanyak telah meretakkan perpaduan umat Islam dan menjadi sebab munculnya golongan sesat seperti Khawarij dan Syiah serta berlakunya peristiwa kafir mengkafir dikalangan umat Islam ketika itu.

Kemudian berlaku pembunuhan Hasan b. Ali RA dan ia adalah sebesar-beasr fitnah yang berlaku kepada umat Islam. Kemudian munculnya Al Mukhtar Al Ubaed ath Thaqafi yang mendakwa menerima wahyu serta berlakunya tragedi pembunuhan Zaid b. Ali b. Husain.

Di sanalah munculnya golongan Mu’tazilah dan Qadariyah serta berlakunya tragedi fitnah Al Quran itu Makhluq, di mana Al Ma’mun telah memaksa umat Islam agar ber’itiqad bahawa Al Quran itu Makhluq sehingga membawa kepada pembunuhan Imam Ahmad Al Khazaie’, manakala Imam Ahmad b. Hanbal pula disisksa dan dipenjarakan kerana menentang I’tiqad yang bathil ini.

Syubhat Ketiga


Meraka menyatakan SMAW dan para pengikutnya telah melarang daripada membaca kitab: “Dalail Al khairat” dan “Syawariq Al Anwar” di mana kitab ini banyak menghimpunkan fadhilah-fadhilah berselawat ke atas Nabi SAW dan berbagai lafaz selawat.

Bantahan Terhadap Syubhat Ketiga


Kita seharusnya meneliti adakah larangan SMAW itu daripada membaca kedua-dua kitab tersebut di atas adalah berdasarkan kepada larangan berselawat ke atas Nabi SAW atau sebaliknya.

Terlebih dahulu kita seharuslah menyedari bahawa kedua-dua kitab tersebut di atas adalah dipenuhi dengan hadith-hadith yang daif dan palsu (maudhu’) bahkan lafaz-lafaz selawat di dalam kitab itu tidak warid daripada Al Quran dan As Sunnah. Ianya hanyalah semata-mata ciptaan pengarang kitab tersebut.

Pengarang kitab di atas telah menjadikan selawat-selawat itu sebagai hizib yang perlu dibaca pada hari-hari tertentu sepanjang minggu, sedangkan perbuatan menjuzu’kan selawat-selawat serta membahagi-bahagikan selawat mengikut hari adalah merupakan bid’ah yang tidak dilakukan oleh Nabi SAW, para sahabat, tabi’in serta para imam yang mu’tabar.

Selawat kepada Nabi SAW adalah merupaka ibadah dan perkara ‘qurbah’ (mendekatkan diri kepada Allah SWT) yang dibina atas tauqifiah di man ibadah itu hendaklah berpunca daripada Al Quran dan As Sunnah dan bukannya dicipta oleh manusia. Justeru bagaimana mungkin kita menjadikan selawat-selawat yang dihasilkan oleh pengarang kitab tersebut sebagai ibadah kita setiap hari dan sepanjang minggu.

Di sini kita kemukakan contoh hadith yang di sandarkan kepada Nabi SAW yang terdapat di dalam kitab tersebut. Bersabda Nabi SAW:

“Tidak ada daripada seorang hamba yang berselawat kepadaku melainkan keluar selawat daripada mulutnya dengan segera tidak daratan dan tidak lautan, tidak timur dan tidak barat melainkan lalu selawat itu serta berkata: “Aku berselawatlah Fulan b. Fulan dan ia telah berselawat ke atas Nabi pilihan”. Maka tidak ada sesuatu melainkan berselawat ke atasnya. Dan Allah jadikan daripadanya seekor burung yang mempunyai 70 ribu sayap dan tiap-tiap sayap 70 ribu bulu dan tiap-tiap buku 70 ribu muka dan pada tiap-tiap muka 70 ribu mulut dan tiap-tiap mulut ada 70 lidah dan setiap lidah itu bertasbih bagi Allah dengan 70 ribu bahasa dan Allah menulis pahala semua itu untuk orang tersebut.”

Jelaslah kepada kita bahawa larangan SMAW daripada mengambil panduan dari kitab “Dalail Al Khairat” dan ‘Syawarariq Al Anwar” adalah berdasarkan kepada beberapa kaedah syar’ie dan bukannya kerana tidak suka berselawat ke atas Nabi SAW.

Penutup


Setelah kita meninjau secara ringkas mengenai SMAW, dakwahnya serta beberapa syubhat yang dilemparkan kepadanya, dapatlah kita membuat gambaran bahwa SMAW adalah merupakan seorang ulama dan tokoh dakwah yang sentiasa berusaha gigih, tidak mengenal putus asa dan sentiasa bersabar dalam memperjuangkan cita-cita beliau. Dakwahnya terus berkembang sehingga ke negeri Sudan, Al Jazair, Mesir, India , Hadral Maut, Asia Tengah dan lain-lain lagi.

Perlu juga diingatkan bahawa para penentang beliau sentiasa membangkang usaha-usaha SMAW dengan sebab-sebab politik dan bukannya agama, seperti yang dinyatakan oleh Syeikh Sidi Yusuf di dalam kitabnya “Al Fikir As Saami Fi Al Fiqhi Al Aslami”: “Bahawasanya orang Turki apabila merasa bimbang terhadap dakwah SMAW, lalu mereka menyebarkan fitnah-fitnah yang dibuat-buat seluruh alam Islam di bawah pemerintahannya. Lantaran itu Sultan Maghribi telah menolak perintah atau seruan kerajaan Turki itu karena mendapati ianya bukanlah masalah agama tetapi adalah masalah politik.”

Allahu a’lam bisshawab

Kertas kerja ini telah dibentangkan pada 10 Juli 1994, di Wacana Tokoh-Tokoh Mujaddid Islam di Universiti Teknologi Malaysia, Kuala Lumpur oleh Tuan Guru Abdul Qadir Al-Mandeely (Guru di Masjidil Al-Haram Mekkah Al-Mukarramah)